TenggelamnyaKapal Van Der Wijck adalah film drama roman Indonesia tahun 2013 yang diadaptasi dari novel roman karya Buya Hamka dengan judul yang sama. Film ini antara lain dibintangi oleh Herjunot Ali, Pevita Pearce, dan Reza Rahardian yang notabene merupakan aktor dan aktris yang tengah populer. TenggelamnyaKapal Van Der Wijck menceritakan tentang Zainuddin, seorang yatim piatu yang lahir dari ayah keturunan Minang dan Ibu keturunan Bugis Tenggelamnya Kapal Van der wick adalah film-film yang bergenre roman dimana sejenis ini yang diadaptasi dari novel roman angkatan 20-an, 30-an, dan angkatan lainnya memang harusnya di produksi Jika Denganmengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmad-Nya bagi penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini tentang ”Analisis Unsur Intrinsik Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya : Hamka”. Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah menulis serta memperlancar proses Search Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Jadi, ya, hanya bisa melihat dan membaca Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase perubahan unsur naratif pada film dan novel TKVDW , juga untuk mengetahui penerapan teori adaptasi Diadaptasi dari novel klasik dengan judul yang sama, film ini menceritakan kisah cinta antara Zainuddin, wijckfilm wikipedia bahasa, review novel tenggelamnya kapal van der wijck untaian, analisis novel tenggelamnya kapal van der wijk, download film terbaru 2013 tenggelamnya kapal van der sinopsis novel tenggelamnya kapal van der wijck mmn, sinopsis dan pesan moral novel tenggelamnya kapal van der Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 1 / 1. http Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd. TUGAS AKHIR MATA KULIAH KRITIK SASTRA “Pengertian Kritik Sastra, Kritik Objektif, dan Analisis Unsur Inrtinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka” Oleh NAMA PAHRUDIN ARROZI NIM E1C 112 100 KELAS V/A PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2014 Pengertian Kritik Sastra, Kritik Objektif, dan Analisis Unsur Inrtinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka 1. Pengertian Kritik Sastra Kritik sastra merupakan salah satu objek studi sastra cabang ilmu sastra yang sifatnya melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni. Kritik Sastra adalah analisa terhadap suatu karya sastra untuk mengamati atau menilai baik buruknya suatu karya secara objektif. Abrams Pradotokusumo, 2005 57 mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu sastra yang fokus implementasinya berurusan dengan perihal perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian terhadap karya sastra. 2. Pengertian Kritik Objektif Kritik objektif adalah suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Ia tidak perlu dilihat dari segi pengarang, pembaca, atau dunia sekitarnnya. Ia harus dilihat sebagai objek yang berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri. Oleh sebab itu, kritik yang dilakukan atas suatu karya sastra merupakan suatu kajian intrinsic semata. Kritik objektif adalah kritik yang berorientasi atau memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. Kritik ini memandang karya sastra sebagai suatu objek yang mencukupi dirinya sendiri sebuah dunia yang mandiriotonom, maka dalam mengkritik karya sastra kritikus akan mendasarkan analisis, interpertasi, dan penilainya berdasarkan karya sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan dengan realitas, pembaca, maupun pengarangnya. 3. Analisis Unsur Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka 1 Tema Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini bertema tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat. Adapula penggalan ceritanya “…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anakmuda yang maksudnya tiada sampai 1986123. 2 Alur/plot Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni PenyituasianTahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain. Berikut ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasaian. “Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal 198610. Konflik Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini “Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak. 198657. Tahap Peningkatan Konflik Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini ”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal.” 1986118 Klimaks Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut “Bila terjadi akan itu, terus dia berkata “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. 1986198 Penyelesaian Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati. Sudut pandang Pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut “Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.”1986 26 Tokoh karakter utama yang ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin. Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. 1986 27 Karakter pendukung minor karakter, antagonis sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan. “…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. 1811986 Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita. kehendak pada pihak lain yang menyebakan pihak itu menderita. Para penganut agama islam pun ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu yang bersifat lahiriah. LANDASAN TEORI Psikolog Sastra adalah ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi. Dasar konsep dari psikologi sastra adalah munculnya jalan buntu dalam memahami sebuah karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain di anggap belum bisa mewadahi tuntutan psikis, oleh karena itu muncullah psikologi sastra yang berfungsi sebagai jembatan interfretasi, penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya, dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja di sembunyikan pengarang. 1. Hubungan Psikologi adalah kajian mengurai kejiwaan dan meneliti alam bawah sadar pengarang. Sedangkan hubungan antara sastra dengan psikolog karena munculnya istilah psikolog sastra yang membahas tentang hokum-hukum psikologyang diterapkan pada karya sastra, misalnya karakter tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra diciptakan pengrang berdasarkan kondisi psikologis yang dibangun oleh Konsep Psikologi adalah suatu seni yang biasanya menyajikan situasi yang terkadang tidak masuk akal dan suatu kejadian yang fantasktik. Psikologi dapat mengklasifikasikan pengarang berdasarkan tipe psikologi dan fisiologinya. Mereka bisa menguraikan kelainan jiwa, bahkan meneliti alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen diluar sastra atau dari karya sastra itu Ciri-ciria pengarang menghindari penyesuaian diri dengan norma masyarakat, karena hal itu berarti mematikan arus adanya kemampuan membayangkan suatu bayangan yang bersifat susunan mental seorang penyair berbeda dengan susunan sebuah sebagai gejolak emosi, suatu karya dapat menampilkan hubungan imajinasi dengan psikologi merupakan suatu p[ersiapan bersumber dari kebiasaan untuk tidak berbeda-bedakan macam-macam Manfaata mempertajam kemampuanb membantu mengentalkan kepekaan pada kenyataanc member kesempatan untuk memjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnyad studi tentang perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya karena jika dipakai dengan tepat, dapat membantu kita dapat melihat mana keretakan, ketidak teraturan, perubahan, dan distorsi yang penting dalam suatu karya sastrae menjelaskan tokoh dalam situasi cerita5. Tokoha. Carl Jungmengungkapkan bahwa dalam bawah sadar manusia ada kesadaran kolektif yakni daerah masa lalu umat manusia di masa sebelum manusia ada dan menciptakan tipologi dan psikologi yang rumit,b. Freudpengungkap konsepsi tentang seniman yang merupakan seseorang yang lari dari kenyataan dan hidup dalam Erichpengungkap kemampuan membayangkan hal-hal yang bersifat indrawi merupakan gejala menyatunya kemampuan berfikir dan W. H. Audenmenekankan bahwa seniman boleh tetap menjadi orang neurotic kalau ia Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menceritakan suatu kisah cinta murni diantara sepasang remaja, yang dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa, yang dimana tokoh utamanya itu mengalami frustasi, kekecewaan dan kecintaannya yang sangat berlebihan kepada perempuan yang di sukainya makanya saya lebih menitik beratkan melalui pendekatan psikologis. Bahwa pendekatan psikologis menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsik, khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan. Dan yang jadi pertanyaan, kenapa Zainuddin fustasi dan kecewa? Jawabanya karena dia kecewa lamarannya telah di tolak oleh keluarga Hayati dengan alasan Zainuddin tidak mempunyai suku dan Zainuddin frustrasi bahkan hampir gila karena Hayati menikah dengan sepupunya Khadijah yang bernama Aziz. Ketimpangan Percintaan dalam Kehidupan Pada dasarnya pendekatan sosiologis sebagai alat Bantu untuk memahami keadaan di sekitar kita atau kehidupan baik dunia persahabatan, percintaan dan masih banyak lagi. Dalam novel “Teggelamnya Kapal Vander Wijck” pada dasarnya menceritakan kisah seorang Zamudin yang melakukan perjalanan ke kampung halamannya Minang Kabau dan sempat mengadu hasih dengan seseorang pujaan hatinya yaitu Hayati, namun dibalik itu kehidupan Zainuddin tidak mendapat respon sangat keluarganya, karena dia orang yang tidak mempunyai suku. Ketipangan yang terjadi dalam novel ini adalah tidak adanya dukungan dari keluarga dalam hubungan percintaan, karena hanya disebabkan salah satu pihak tidak diakui keaslian kesukuan seseorang yakni Zainuddin, karena adat Meningkabau harus suku asli di situ bukan sistem peranakan, ketika kita melihat kebelakang Zainuddin seorang keturunan Bangsawan akan tetapi ayahnya kawin dengan suku Mekasar Makassar sehingga Zainudin tidak diakui lagi sebagai orang suku Minangkabau. Ketimpangan didunia percitaan yang dialami Zainuddin adalah melanggarnya komitmen Hayati untuk menjalin kasih sayag walaupun tidak ada restu dari keluarga, sehingga memunculkan kekecewaan dari salah satu pihak dan hubungan sosial kedua bela pihak menjadi tidak baik dalam hubungan percintaan jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Ketika kita melihat realita yang terjadi sekarang itu jauh lebih baik ketimbang dunia percintaan yang ada dalam novel “Tenggelamnya Kapal Vander Wijck” karena pada dasarnya hubungan percintaan saat ini tidak menekankan kepada etnis akan tetapi lebih mengedepankan kasih sayang dan perasaan karena yang sifatnya demokrasi dalam bingkai kebersamaan sosial Aspek keislaman dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der WjickApabila membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick, aspek-aspek keislaman dan dakwah keislaman dapat kita rasakan. Dalam novel tersebut, dakwah keislaman itu terasa dari penokohan yang dilakukan pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam novel bahwa tokoh Zainuddin, setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan bercita-cita untuk memper dalam ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi seorang yang berguna. Angan-angan Zainuddin adalah menjadi orang alim, sehingga apabila kembali kekampungnya dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah turunan dari ayah dan ibu ahli yang dilakukan Hamka dalam penokohan diatas, menurut saya adalah salah satu cara dakwah yang dilakukanya, suatu upaya untuk menumbuhkan kepada pembaca bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli ibadah. Dakwah yang dilakukan itu sangat halus. Adapun aspek-aspek religius itu yakni, Aqidah, Syari’ah, dan akhlak. Adapun yang penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut sebagai berikut1. Aqidah Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick karya Hamka aqidah atau kepercayaannya sangat kental dengan budaya islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai berikut “………….lepaskan saya berangakat kepadang. Kabarnya konon, disana hari ini telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya apalagi, puncak singgalang dan merapi sangat keras seruannya kepada ku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan hadulunya. Mak Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam masuk kemaripun dari sanah. Lepaskan saya berangkat kesana”.1986222. Syari’ahKata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari rumpum kata syari’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan raya. Kemudian bermakna jalannya hokum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula dengan perkataan atau istilah “Syari’ah Islam” memberi arti hidup yang harus dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang yang beragama islam. Hokum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya tidak ada kelemahan dan pertentanagan dalam dirinya AkhlakAkhlak islam adalah suatu sikap mental dan perbuatan yang luhur. Dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjickkarya Hamka, penulis menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama dari pemeran utama yakni tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bias kita lihat pada penggalan cerita berikut ini“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didik ahli seni, ahli syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.198627C. Analisis Struktur Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya HamkaAnalisis karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengakji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis strukturalnya sebagai berikut1. Tema Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Hamka ini tanyang kisah cinta yang taksampai antara Zainuddin dengan Hayati karena dihalangi oleh tembok besar yang disebut adat. Tema cinta tak sampai adalah tema pokok dari Roman Tenggelamnya Kapal Van der wijck. Karena masalah yang menyaran pada tidak sampainya cinta Zainuddin kepada Hayati. Selain ada tema utama dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch juga ada tema bawahan atau tema minor yakni kawin paksa antara tokoh Hayati dengan tokoh Aziz, masalah adat dan lain sebagainya. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan penggalan ceritanya“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai”.19861232. Tokoh Dalam roman Tenggelamnya Kapal Vander Wijch ditampilkan tokoh utama yakni Zainuddin, Hayati, Aziz, dan Khadijah. Keempat tokoh ini ditampilkan secara langsung dan disajikan dengan cakapan/dialog, tingkah laku, tehnik arus kesadaran, tehnik reaksi tokoh, tehnik reaksi tokoh lain, tehnik penulisan fisik, dasn pikiran tokoh. Di pihak lain selain tokoh-tokoh utama ada juga tokoh tambahan yang menjadi penunjang hadirnya tokoh utama yakni Base orang tua angkat dari tokoh Zainuddin yang ditampilkan secara langsung dengan cakapan/dialog, tingkah laku, reaksi tokoh, lukisan fisik, dan pikiran tokoh. Tokoh Mande Jamilah bako tokoh Zainuddin yang ditampilkan langsung, keluarga Hayati yang ditampilkan dengan langsung, tokoh muluk dan orang tuanya yang ditampilkan secara langsung pula. Semua tokoh-tokoh diatas baik tokoh utama maupun tokoh tambahan kadangkala ditampilkan dengan penokohan campuran yaitu metode kombinasi dengan cara-cara yang ada agar lebih efektif dan Alur/Plato Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni• PenyituasianTahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan ini merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasian.“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khaya”.1986 10• Konflik Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusun belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber “intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik –mamak”.198657• Tahap Peningkatan KonflikKonflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainuddin ditolak karena orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan cerita berikut ini”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang makhluk yang tawakkal”.1986118• KlimaksKlimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata “Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.1986198• PenyelesaianTahap penyelasaian dalam novel Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Setting/latarLatar dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berlatar di daerah Minangkabau dan Makasar. 5. Sudut PandangPada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya”.1986266. KarakterPada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter diantaranyaKarakter utama mayor karakter, protagonis adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih Zainuddin. Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.198627Karakter pendukung minor karakter, antagonis sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam kesudut hati Hayati…..sial”. 1986180 Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir Gaya Bahasa Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,” bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat………..”. 1986228. AmanatDalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini“Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. 1986223D. KesimpulanBerdasarkan hasil analisis data tentang novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut1. Struktur novel terdiri dari tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar unsur dalam novel ini menunjukkan hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat Unsur religiusitas novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka mengandung aspek aqidah, syari’ah, dan akhlak yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan unsur–unsur agama ke Abrams, Mirror and The LampRomantic Theory and The Critical Sosial Kritis, Kritik, Penerapan dan dan interfretasi sastra. Intermassa Jakarta ANALISIS NOVEL “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Karya HAMKA Oleh Azizah Rahmawati XI MIPA 1 / 17031 SMA NEGERI 2 MALANG Jl. Laksamana Martadinata 84 Malang, telepon 0341366311-364357 Fax. 0341366311/364357 ext. 106 2016 / 2017 Sinopsis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, antara Kampung Baru dan Kampung Mariso ada sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar. Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi. Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Batipuh. Sesampai di sana, dia sangat senang, tapi lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena dia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di padang, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya berdebar, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan akhirnya saling suka. Kabar kedekatan mereka tersebar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang Minang. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kebaikan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh. Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang. Dia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh Aziz kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati. Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnya rombongan dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih terpandang. Zainuddin sangat sedih menerima penolakan tersebut. Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin jatuh sakit. Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat dengan nama letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang dermawan. Hayati dan Aziz juga pindah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka menumpang di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi. Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der Wijck. Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati tentang perasaan cinta Hayati kepada Zainuddin. Maka segeralah ia hendak menyusul Hayati ke Jakarta. Saat akan berangkat, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung kaget, dan langsung pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati. Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbaring lemah sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Dia dikubur bersebelahan dengan pusara Hayati. Unsur Intrinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck I. Tema Novel yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini bertema tentang cinta yang sejati, tulus, dan cinta yang setia. Tetapi tidak dapat dipersatukan dan tak tersampaikan karena tradisi adat Minangkabau yang begitu mengikat dan terlalu mendiskriminasi adat lainnya pada saat itu. Selain itu, novel karya Hamka ini juga bertema kisah perjalanan dan perjuangan seseorang bernama Zainudin dalam meraih kesuksesannya. Bukti, ““Zainudin bukan mencintai saya sebagai mana engku katakan itu, tetapi dia hendak menuruti jalan yang lurus, dia hendak mengambil saya jadi istrinya.” “Mana bisa jadi, Gadis. Menyebut saja pun tidak pantas, kononlah melangsungkan.” “Bagaimana tidak akan bisa jadi, bukankah Zainudin manusia? Bukankah dia keturunan Minangkabau juga?” “Hai Upik, baru kemarin kau memakan garam dunia, kau belum tahu belit-belitnya. Bukankah kau sembarang orang, bukan tampan Zainudin itu jodohmu. Orang yang begitu tak dapat untuk menggantungkan hidupmu, pemenung, pehiba hati, dan kadang-kadang panjang angan-angan. Di zaman sekarang haruslah suami penumpangkan hidup itu seorang yang tentu pencaharian, tentu asal usul. Jika perkawinan dengan orang yang demikain langsung, dan engkau beroleh anak, kemamakah anak itu akan berbako? Tidakkah engkau tahu bahwa Gunung Merapi masih tegak dangan teguhnya? Adat masih berdiri dengan kuat, tidak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh panas?”…” halaman 61 II. Alur Dalam novel yag berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan maju mundur. Penulis awalnya menceritakan kondisi Zainuddin, kemudian menceritakan masa lampau dimana Zainuddin belum lahir, kemudian kembali ke masa sekarang lagi dan kemudian berlanjut ke kisah kehidupan Zainuddin. Ada lima tingkatan alur, yaitu 1. Tahap Pengenalan “…Di tepi pantai, di antara kampung Bara dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terbentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal. …” Halaman 10 2. Tahap Konflik “…Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusun belumlah orang dapat memandang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt…...telah berintaian bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Mengkasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaraan dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan berbisik-bisik dipancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata. Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah. Bagi mereka adalah perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan-akan kampung tak berpenjaga. Yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik-mamak. …” Halaman57 3. Tahap Peningkatan Konflik “Kalau dia tertolak lantaran dia tidak berwang maka ada tersedia wang Rp yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai makhluk yang tawakkal. …” halaman 109 “ kini hidup Zainudin telah sukses. Namun hal itu bertolak belakang dengan kehidupan aziz. Suatu hari Aziz bertemu dengan Zainuddin dan kemudian menumpang rumah di rumah Zainuddin.. kedatangan mereka diterima oleh Zanuddin dan muluk dengan hati suci, penerimaan sahabat kepada sahabatnya.” Halaman 171 4. Tahap Klimaks Aziz meminta Zainuddin untuk menikah dengan Hayati. Walaupun Zainuddin masih mencintai Hayati, namun karena rasa sakit hati yang mendalam, akhirnya Zainuddin menolak permintaan tersebut dan memutuskan memulangkan Hayati ke kampung halaman menggunakan Kapal Van Der Wijck. Uraian tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut “…Bila terjadi akan itu, terus dia berkata “Tidak Hayati! Kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya, orang tak tentu asal… Negeri Minangkabau beradat!... Besok hari Senin, ada kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Priuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang dengan kapal itu ke kampungmu. …” Halaman 187 ”Di pagina pertama, dengan huruf yang besar-besar telah bertemu perkabaran “KAPAL VAN DER WIJCK TENGGELAM”. Dia terhenyak di tempat duduknya, badannya bergetar, dan perkabaran itu dibacanya terus.” KAPAL VSN DER WIJCK TENGGELAM” dari detik ke detik kapal itu semakin hilang ke dalam dasar lautan.” Halaman 201. 5. Tahap Penyelesaian “ oleh seorang juru rawat ditunjukanlah sebuah ranjang, yang disana sedang terbaring seorang perempuan muda yang mukanya telah pucat. Hayati! Kepalanya penuh dengan perban dan kakinya pun demikian pula… masih bernafas” Halaman 204 “Muluk tegak dengan tenang melihat perempuan muda itu melepaskan hidupnya yang penghabisan. Zainuddin bingung dan melihat ke wajah Muluk…Zainuddin tidak dapat menahan hatinya lagi, didekatinya kepala mayat itu, dibarutnya rambut yang bergelung, air matanya membasahi pipi si mayat, ia meniarap laksana seorang budak mencium tangan penghulunya beberapa saat lamanya,…tubuh Zainuddin kian lama kian lemah, dada sesak, pikiran selalu duka dan sesal yang tiada karang…Muluk bercerita,”tidak ku sangka-sangka guruku, sahabatku dan orang yang paling kucinta itu akan selekas itu meninggalkan saya. …Tengah hari kemarin mayatnya telah dikuburkan didekat kuburan Hayati, orang yang dicintainya itu. …” Halaman 212 III. Tokoh dan Penokohan 1. Zainuddin Penokohan 1. Seorang pemuda yang baik hati, Bukti “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. Halaman 27 2. Dermawan, bukti “…wang itu mesti mamak perniagakan sebagai biasa. Yang akan saya bawa hanyalah sekedar ongkos kapal ke Padang. Perniagakan wang itu, ambil untungnya tiap-tiap bulan buat belanja mamak…” halaman 23 3. Alim, “… Hayati! apa yang kulihat kemarin? mengapa telah berubah pakaianmu, telah berubah gayamu? Mana baju kurungmu? Bukankah adinda orang dusun! Saya bukan mencela bentuk pakaian orang kini, yang saya cela ialah cara yang telah berlebih-lebihan, dibungkus perbuatan terlalu’ dengan nama mode’. Kemarin, Adinda pakai baju yang sejarang-jarangnya, hampir separoh dada Adinda kelihatan, sempit pula gunting lengannya, dan pakaian itu dibawa ketengah-tengah ramai. Kakanda percaya, bahwa yang demikian bukan kehendak Hayati yang sejati, Hayati hanya terturut kepada kehendak perempuan zaman kini, padahal kemajuan jauh dari itu. Apakah tujuan kemajuan itu kepada perubahan pakaian sampai begitu, Hayati? Hayati, kehidupanku! Pakailah pakaianmu yang asli kembali, letakan pakaian dusunmu. Maafkanlah hayati, bahwa Hayati sangat cantik, dan kecantikkannya itu bukannya dibantu pakaian, tetapi ciptaan sejak dia dilahirkan. …” halaman 88 4. hidupnya penuh kesengsaraan oleh cinta, bukti Dia teringat akan dirinya, tak bersuku, tak terhindu, anak orang terbuang, dan tidak dipandang sah dalam adat Minangkabau. Sedang Hayati seorang anak bangsawan, turunan penghulu-penghulu pucuk bulat urung tunggang yang berpendam perkuburan, berasap berjeramai didalam negeri Batipuh itu.” Halaman 59 5. Bertawakal, bukti “Kalau dia tertolak lantaran dia tidak berwang maka ada tersedia wang Rp yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai makhluk yang tawakkal. …” halaman 118. 6. Perhatian, bukti “ Berangkat lebih dulu encik pulang ke Batipuh, marah mamak dan bu enck kelak jika terlambat benar akan pulang pakaillah payung ini, berangkatlah sekarang juga.” Halaman 24. 7. Suka termenenung, bukti “ meskipun matanya terpentang lebar, meski begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan mengkasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak Nampak di mata, dari mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal.” Halaman 4 8. Tidak berdaya, bukti “dia melangkah, langkahnya tertegun. Di tentang rumah Hayati, sengaja, ditekurkannya kepalanya karena sudah pupus harapannya hendak bertemu bunga harum berpagar duri, yang dari sana penyakitnya dan di sana pula obatnya.” Halaman 57 9. sering putus asa, tetapi cepat bangkit lagi, bukti “ mendengar segala cerita yang keluar dari mulut orang tua itu, mata Zainnudin kembali terbuka, lebih-lebih mendengar perempuan itu menceritakan kebaikan hati muluk yang selama ini hanya berkenalan dari jauh saja dengan dia.” Halaman 115 10. mudah rapuh, bukti “ dilipatnya surat itu baik-baik. Setelah itu dia duduk beberapa saat lamanya. Tidak tentu haluan yang akan diturutnya.” Halaman 113 11. Lemah lembut Bukti “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. Halaman27. 12. Setia, bukti “ demikianpulalah di antara Zainuddin denga Muluk. Sejak dia sakit sampai sembuhnya, tidaklah pernah terpisah lagi di antara kedua orang itu.” Halaman 137. 13. Sederhana, bukti “Dia teringat akan dirinya, tak bersuku, tak terhindu, anak orang terbuang, dan tidak dipandang sah dalam adat Minangkabau.” Halaman 59 2. Hayati Penokohan 1. Cantik, bukti “hayati yang cantik! Yang menerbitkan iri hati dalam kalangan kawan-kawannya.” Halaman 81 2. Penurut, bukti “ bagaimana…. Yang akan baik kata ninik mamak saja… saya menurut!” halaman 106 3. Murah senyum, bukti “ terima kasih tuan, atas budi yang baik itu,” ujar Hayati sambil senyum, senyum bulan kehilang, entah jadi entah tdak. Halaman 25 4. Mudah kasihan, bukti “ terbangunlah perasaan dari hati Sanubari Hayati melihat nasib anak muda itu” halaman 136 5. Tulus, bukti “ sabar…Zain, cahaya kematian telah terbayang di mukaku! Cuma, jika kumati.. hatiku telah senang, sebab telah kuketahui bahwa engkau masih cinta padaku.” Halaman 206. 6. Setia, bukti “ saya akan berkata terus terang kepadamu, saya akan panggilkan kembali namamu sebagamana dulu pernah saya panggilkan, Zainuddin! Saya akan sudi menanggungkan segenap cobaan yang menimpa diriku itu, asal engkau sudi memaafkan segenap kesalahanku.” Halaman 186 7. Lemah lembut dan rela berkorban, bukti “ karena Hayati adalah seorang lemah lembut yang lebih suka berkorban , harta jiwanya sendiri, darpada mengganggu orang lain.” halaman 169 3. Aziz Penokohan 1. Kejam, Bukti “…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. Halaman 181 2. Suka berjanji, bukti “ sudah sekan lama Tuan Aziz ini dari janji ke janji saja. Saya tidak sabar lagi, akan saya minta pertolongan yang berwajb.” Halaman 170 3. Suka berjudi dan main perempuan, bukti “ dia perg berjud. Kalau da menang, maka uang kemenangan itu dibawanya bersama teman-temannya untuk mencari perempuan.” Halaman 168 4. Jarang pulang, bukti “ kian sehari, kian sebulan, kian nyatalah bahwa kepuasan Aziz hanya diluar rumah. Telah bosan dia di dlam rumahnya, bosan dengan istrinya yang setia.” Halaman 168 Penokohan 1. Membela kakaknya, bukti “ dahulu masih ada kepercayaan Hayati mengirim surat mengadukan halnya dan menumpahkan perasaan hatinya kepada khadijah, tetapi akhrnya dia undurkan diri, karena dia telah tahu bahwa Khadijah berpihak pada saudaranya jua.” Halaman 164 2. Berpendidikan, bukti “ Khadijah orang kota, tinggal di rumah berbentuk kota, kaum kerabatnya pun telah dilingkungi oleh pergaulan dan hawa kota, saudara-saudaranya bersekolah dalam sekoah- sekolah menurut pendidkan zaman baru. “ halamn 71. 3. Tidak beradat, bukti “ pakaan begini tak diadatkan di negeri kita.” Halaman 73. 4. Suka menghina, bukti “ “mengapa terhenti hayati?” Tanya Khadijah sambil melihat tenang-tenang kepada Zainuddin dengan penglihatan menghina.” Halaman 75 5. Muluk Penokohan 1. Motivator, “ tenaga mudamu, darahmu yang masih panas, kepalamu yang masih sanggup bertempur dengan peri penghidupan telahdirampas dan dirusakbinasakan oleh perempuan itu. Jangan mau guru ! Guru mesti tegak kembali. Langkahkan kaki ke medan perjuangan, yang selalu meminta tentara, yang selalu kekurangan serdadu!” halaman 140. 2. Setia, bukti “ tiap- tiap rembukan yang mengenai kepentungan bangsa, menolong orang yang sengsara, pekerjaan amal, senantiasalah Zainuddin atau Shabir jadi ikutan orang banyak. Dan muluk sahabatnya yang setia.” Halaman 159 6. Mamak hayati Penokohan 1. Materialistis, bukti “ setelah kami timbang melarat dan manfaatnya azizlah yang kami terima.” Halaman 105 2. Terlalu mementingkan jabatan. “ hai Hayati! Jangan engkau ukur keadaan kampungmu dengan kitab-kitab yang engkau baca. Percintaan hanyalah khayal dongeng dalam kitab saja. Kalau bertemu dengan pergaulan hidup, cela besar namanya, meruakkan nama, merusakkan ninik mamak. Korong kampong, rumah halaman” halaman 53. 3. Menjungjung tinggi adat, bukti “ tidakkah engkau tahu bahwa Gunung Merapi masih tegak dengan teguhnya? Adat mash berdiri dengan kuat,tak boleh lapuk oleh hujan, tak boleh lekang oleh panas.” Halaman 53 IV. Sudut Pandang Penulis dalam meceritakan Novel tersebut menggunakan sudut pandang orang ke tiga. Bukti, “Di tepi pantai, di antara kampong baru dan kampong Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Mengkasar, rupannya oikirannya telah melayang jauh sekali ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal” Halaman 4 V. Latar ~ Tempat “…Di tepi pantai, diantara kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentukMengkasar , yang salah satu jendelanya menghadap kelaut. Disanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduj termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya kelaut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam dilautan Mengkasar , rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, kebalik yang tak tampak dimata, dari lautan dunia pindah kelautan khayal.” Halaman 4 “Bilamana Zainudin telah sampai ke Padang panjang, Negeri yang ditujunya, telah diteruskannya perjalanan ke Dusun Batipuh, karena menurut keterangan orang tempat dia bertanya, disanalah negeri ayahnya asli.” Halaman 20 “Ditinggalkannya Pulau Sumatera, masuk ke Tanah Jawa, medan perjuangan penghidupan yang lebih luas. Sesampinya di Jakarta, di sewanya sebuah kamar kecil disuatu kampung yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.” halaman 145 “Ajaib, sekian lama di Surabaya, baru sekali ini kita bertemu.” 1961168 ~ Waktu “Pagi-pagi, sebelum perempuan-perempuan membawa niru dan tampian kesawah. Dan sebelum anak-anak muda menyandang bajaknya” Halaman 26 “…Demikian seketika lohor hampir habis, orang tua itu pun pulang kerumahnya, diiringi oleh kedua cucunya. Lohor disini adalah waktu dzuhur, waktu yang terjadi pada siang hari.” Halaman 29 “Matahari telah hamper masuk ke dalam peraduannya. Dengan amat perlahan, menurutkan perintah dari alam gaib, ia berangsur turun,turun kedasar lautan yang tidak kelihatan ranah tanah tepinya.” Halaman 3 “Demikianlah, hampir seluruh malam Hayati karam di dalam permohonan kepada Tuhan” Halaman 36 ~ Latar Suasana “ setelah selesai surat itu dibacanya, dilihatnya Muluk kembali, kiranya kelihatan oleh Muluk pipinya telah penuh dengan air mata.” Halaman 200 Dia terhenyak di tempat duduknya, badannya gemetar, dan perkabaran itu dibacanya terus” halaman 201 Beberapa menit kemudian dibukanya matanya kembali, di isyaratkan pula Zainuddin supaya mendekatinya. Setelah dekat, dibisikkanya “bacakan dua kalimat suci…di telingaku.”” Halaman 206 VI. Amanat Ø “Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak” Halaman 212. Ø Jika cinta itu tulus dari hati yang sebenarnya, maka cinta itu tidak perlu memaksanakan untuk dimiliki. Ø Walaupun cinta tak tersampaikan, kita harus tetap menjaga cinta itu dengan baik. Ø Dalam hidup kita tidak boleh mudah putus asa dan harus selalu memiliki tujuan hidup. Ø Ikutilah kata hati dan juga dengan pemikiran jika ingin bertindak. Ø Cinta tak sampai seharusnya bukan akhir dari segalanya. Ø Cinta dapat membuat orang yang merasakan cinta itu melakukan segalanya untuk orang yang dicintai. Ø Cinta sejati dan tulus tak lekang oleh waktu. Ø Sejahat-jahat orang yang mencintai kita, sadarlah bahwa ia tidak pernah membenci kita. Ø Hidup merupakan pilihan yang harus kita pilih sendiri tujuan hidup Unsur Ekstrinsik Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck a. Biografi pengarang HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau lahir di Molek, Meninjau, Sumatra Barat, pada 17 Februari 1908. Ayah beliau bernama Syeh Abdul Karim bin Amrullah Haji Rasul.Ketika Hamka berumur sepuluh tahun ayahnya membangun Thawalib Sumatra di Padang Panjang. Di sana Hamka belajar tentang ilmu agama dan bahasa Arab. Disamping belajar ilmu agama pada ayahnya, Hamka juga belajar pada beberapa ahli Islam yang terkenal seperti Syeh Ibrahim Musa, Syeh Ahmad Rasyid, Sutan Mansyur dan Ki Bagus Hadikusumo. Pada tahun 1927 Hamka menjadi guru agama di Perkebunan Tinggi Medan dan Padang Panjang tahun 1929. tahun 1957-1958 Hamka sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamadiyah Padang tertarik pada beberapa ilmu pengetahuan seperti sastra, sejarah, sosiologi, dan politik. Pada tahun 1928 Hamka menjadi ketua Muhammadiyah di Padang Panjang. Tahun 1929 beliau membangun “Pusat Latihan Pendakwah Muhammadiyah” dua tahun kemudian menjadi ketua Muhammadiyah di Sumatra Barat dan Pada 26 juli 1957 beliau menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia. Hamka sudah menulis beberapa buku seperti Tafsir Al-Azhar 5 jilid dan novel seperti; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di bawah Lindungan Ka’bah, Merantau Ke Deli, Di dalam Lembah Kehidupan dan sebagainya. Hamka memperoleh Doctor Honoris Causa dari Universitas Al- Azhar 1958, Doctor Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia 1974 dan pada 24 juli 1981 Hamka meninggal dunia. b. Latar belakang penulisannya Latar belakang pengarang yang hidup dilingkungan agama yang kental sejak kecil memberi pengaruh pada karya sastra yang dihasilkanya. Seperti yang telah disebutkan judul karya satra yang dicipkannya identik dengan agama dan kisah mengenai perjalanan hidup. c. Masyarakat yang melihat dari nilai-nilai yang berkembang 1 Nilai sosial saling menolong antar sesama 2 Nilai ekonomi hemat, berniaga 3 Nilai budaya perjodohan 4 Nilai politik mempengaruhi orang lain mengikuti suatu kaum 5 Nilai agama laki-laki tidak boleh berdekatan dengan wanita - Novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck merupakan karya dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau populer sebagai Buya Hamka, dan terbit pertama di tahun 1939. Pada awalnya, cerita tersebut dimuat sebagai cerita bersambung di majalah Pedoman Masyarakat, tempat Buya Hamka bekerja sebagai pimpinan redaksi tahun 1938, di Medan. Berlatar belakang kehidupan di Minangkabau, tanah asal Buya Hamka, dengan masalah adat yang berlaku pada saat itu perihal warisan, perjodohan dan kawin paksa, serta pertalian darah dan status sosial yang sangat kuat berakar. Adat tersebut dianggap bertentangan dengan syariat agama Islam, demikian seperti dilansir laman Kemdikbud. Novel ini laris di pasaran sejak cetakan pertamanya serta telah dicetak berkali-kali hingga saat ini. Tenggelamnya Kapal van der Wijck bahkan menjadi bacaan sastra yang wajib bagi kalangan pelajar di Indonesia dan Malaysia, sebab novel tersebut juga diterbitkan dalam bahasa Melayu. Melalui novel tersebut, Buya Hamka menyerukan persatuan bangsa untuk kaum pribumi, serta meninggalkan adat budaya yang tidak sesuai dan merugikan. Walaupun di tahun 1962 sempat diterpa isu bahwa Buya Hamka melakukan plagiat dari novel karya Jean-Baptiste Alphonse Karr yang berjudul Sous les Tilleuls 1832, namun tudingan tersebut tidak benar. Hamka disebut terinspirasi dari peristiwa tenggelamnya sebuah kapal di tahun 1936, dan memasukkan kejadian tragis tersebut sebagai bagian akhir atau klimaks dari cerita di dalam juga Sinopsis Novel "Azab dan Sengsara" Karya Penulis Merari Siregar Sinopsis Novel "Salah Asuhan" Karya Abdoel Moeis Sinopsis Novel "Tenggelamnya Kapal van der Wijck" Pendekar Sutan membunuh Mamaknya saudara laki-laki ibunya karena masalah warisan, sehingga ia harus dihukum dengan diasingkan ke luar dari Batipuh, Minangkabau dan dipenjara di Cilacap selama 12 tahun. Usai menjalani hukuman tersebut, Sutan pun pergi merantau ke Makassar dan berjumpa dengan wanita bernama Daeng Habibah. Ia lalu menikahinya. Mereka memiliki seorang putra yang dinamai Zainuddin. Namun tak lama setelah melahirkan, Daeng Habibah meninggal karena penyakit. Sutan pun menyusul tak lama setelah istrinya meninggal. Zainuddin yang hidup sebatang kara lalu diasuh oleh Mak Base. Setelah dewasa, Zainuddin memutuskan pergi ke tanah kelahiran ayahnya di Batipuh, Minangkabau. Akan tetapi, bukannya disambut dengan baik oleh sanak keluarga sang ayah, Zainuddin malah diacuhkan. Itu karena ia memiliki darah ibu dari luar suku Minangkabau, walau ayahnya berasal dari sana. Ia dianggap sudah terputus darah dengan keluarganya di Batipuh, sebab daerah Minangkabau menganggap wanita lah yang menjadi kepala keluarga matrilineal dan menjadi penyambung keturunan. Di tempat yang baru itu, Zainuddin memiliki seorang teman bernama Hayati, wanita asal Minang yang kerap jadi tempatnya berkeluh kesah melalui surat. Keduanya kemudian lama kelamaan saling suka, karena Hayati merasa kasihan pada Zainuddin yang terlunta-lunta. Namun, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi keluar dari Batipuh karena tak suka dengan hubungan mereka. Zainuddin pun pergi ke Padang Panjang, meninggalkan Hayati yang berjanji untuk setia. Mamak Hayati kemudian menjodohkan wanita itu dengan Azis, pria Minang yang berasal dari keluarga terpandang serta kaya. Hayati mau tidak mau menerima pinangan Azis dan menikah dengannya. Zainuddin yang mengetahui bahwa kekasihnya Hayati sudah menikah dengan pria lain, kemudian memutuskan pindah ke Batavia bersama dengan temannya yang bernama Muluk. Ia mulai menjadi penulis yang karya-karyanya disukai banyak orang. Setelahnya, ia kembali hijrah ke Surabaya, dan tinggal di sana dengan pekerjaan yang mapan. Tak disangka, Azis pun pindah ke Surabaya bersama Hayati, istrinya. Namun karena sering bertengkar, rumah tangga Azis dan Hayati terpaksa berpisah. Azis yang dipecat dari pekerjaannya tak bisa lagi sombong dan terpaksa menumpang di rumah Zainuddin. Ia dan Hayati tinggal sementara di rumah mantan kekasih Hayati itu, yang kini sudah menjadi penulis terkenal. Karena frustasi, Azis memutuskan bunuh diri dan menuliskan surat wasiat untuk Zainuddin. Ia meminta Zainuddin menjaga Hayati. Zainuddin menolak menerima Hayati kembali, karena sakit hati wanita itu sudah menghianati dirinya. Ia malah membelikan untuk Hayati sebuah tiket kapal Van Der Wijk yang berlayar dari Jawa ke Sumatera. Dengan sedih karena suaminya meninggal dan Zainuddin menolaknya, Hayati pun pulang ke Minang. Di perjalanan, kapal Van Der Wijk tenggelam namun sebagian penumpangnya berhasil diselamatkan di rumah sakit wilayah Tuban. Zainuddin yang mendengar kabar tersebut segera berangkat ke Tuban untuk mencari Hayati. Di rumah sakit, ia menemukan Hayati sedang sekarat dan kemudian meninggal dunia. Muluk, teman Zainuddin mengatakan bahwa Hayati sebenarnya masih mencintai Zainuddin. Mendengar hal itu, Zainuddin menyesali dirinya. Setelah memakamkan Hayati, Zainuddin dilanda kesedihan panjang dan jatuh sakit pula. Kondisi tubuhnya menjadi lemah, dan tak lama kemudian Zainuddin meninggal. Zainuddin dan Hayati dimakamkan berdampingan di tanah Jawa. Biografi Haji Abdul Malik Karim Amrullah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Nagari Sungai Batang, Agam, Sumatera Barat. Ayahnya adalah seorang ulama, sehingga Hamka dibesarkan dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Hamka meneruskan sekolah agama di Diniyah School, yang membuatnya pandai berbahasa Arab. Ia lalu melanjutkan sekolahnya ke Thawalib di Padang Panjang untuk menghapal kitab klasik, nahwu, dan shorof, juga syair berbahasa Arab. Ia juga sempat belajar di Mekah namun kemudian kembali ke tanah air setelah tamat. Namun sebagai remaja normal, Hamka dikisahkan juga suka menonton film di bioskop, demikian dikutip laman Dari situ kecintaannya pada sastra makin besar. Selain piawai dalam bidang agama yang membawanya menjadi seorang tokoh agama yang disegani, Hamka dewasa juga adalah seorang sastrawan handal, sekaligus guru juga jurnalis. Di tengah kecamuk penjajahan, Hamka lalu terjun pula di bidang politik dan menjadi anggota Partai Masyumi. Setelah partai tersebut dibubarkan, Hamka aktif di Muhammadiyah serta sempat menjabat Ketua MUI yang pertama. Ketokohan Hamka membuat sebuah universitas milik Muhammadiyah memakai namanya, yakni Universitas Hamka. Jasanya dalam bidang politik di saat pergerakan kemerdekaan membuat Hamka mendapat gelar Pahlawan Nasional. Karya Novel Hamka yang paling populer adalah Di Bawah Lindungan Ka’bah serta Tenggelamnya Kapal Van Der juga Kisah Buya Hamka dan Awka Kakak Ulama, Adik Pendeta Buya Hamka Politikus tanpa Dendam, Modernis yang Serius Bertasawuf Biografi Singkat Buya Hamka Sejarah, Latar Pendidikan & Pemikiran - Sosial Budaya Kontributor Cicik NovitaPenulis Cicik NovitaEditor Dhita Koesno Produksi[sunting] Cerita ini awalnya terbit sebagai cerita bersambung dalam majalah Pedoman Masyarakat di Medan pada tahun 1938. Lalu, M. Syarkawi mencetak cerita ini dalam bentuk buku. Cetakan pertama tahun 1939, cetakan kedua tahun 1949. Cetakan seterusnya diurus oleh Balai Pustaka pada 1951. Kemudian, selanjutnya Balai Pustaka menyerahkan buku ini kepada Penerbit Nusantara sejak cetakan kedelapan Maret 1961. Novel ini terbit di Kuala Lumpur pada tahun 1963. Setelah itu, dilanjutkan oleh Penerbit Bulan Bintang pada cetakan ke-11, tahun 1976. Kronologi[sunting] Arc 1 Makassar[sunting] Deskripsi latar Makassar Tepi pantai, Pulau Laya-Laya, orang Mandar, kota Mengkasar, lapangan Karibosi, Gunung Lompobatang, Gunung Barakaraeng, Pelabuhan Makassar, Kampung Baru, Kampung Mariso Zainuddin, 19 tahun, mengingat pesan ayahnya yang sudah wafat. Ayahnya dulu pernah menjelaskan bahwa dia adalah orang Minang bukan orang Makassar. Ayahnya suka mendendangkan pantun dan lagu minang kepadanya, sambil menceritakan panorama alam yang ada di kampung halamannya. Flashback Backstory ayah Zainuddin Tiga puluh tahun yang lalu, di Batipuh, Sapuluh Koto, Padang Panjang, ayah Zainuddin bergelar "Pandekar Sutan", adalah keponakan Datuk Mantari Labih datuk adalah tokoh pimpinan adat di Minangkabau. Karena ia tidak memiliki saudara perempuan, maka menurut adat Minang, harta warisan ibunya dikelola oleh dia bersama-sama dengan pamannya paman dalam bahasa Minang disebut dengan "mamak" Datuk Mantari Labih. Datuk suka menghabiskan harta warisan Sutan. Sedangkan Sutan sendiri dilarang untuk menggunakan harta warisan itu. Sutan ingin menggadaikan harta warisan itu untuk modal pernikahannya, namun tetap saja ditolak oleh Datuk. Padahal, harta warisan Sutan dijual oleh Datuk untuk biaya pernikahan anaknya sendiri. Saat pertemuan di "rumah besar" rumah gadang bersama dengan para mamak-mamak yang lain, Sutan berusaha untuk memprotes"kezaliman" yang dilakukan Datuk kepadanya. Datuk pun naik darah. Sambil melompat, Datuk mengeluarkan kerisnya untuk menyerang Sutan. Namun, Sutan diberi julukan "Sutan Pendekar" bukan tanpa alasan. Sutan berhasil menancapkan belatinya ke lambung kiri Datuk lebih dulu, mengenai jantungnya. Seisi rumah ribut, banyak orang berusaha untuk menyerang Sutan, namun semuanya berhasil dikalahkan oleh Sutan. Pekik perempuan semakin menjadi-jadi karena banyaknya korban yang berjatuhan. "Amuk-amuk!" teriak orang kampung. Kentongan berbunyi. Penghulu kepala kepala daerah lekas diberi tahu. Penghulu suku pun tahu juga. Beberapa jam kemudian, Pendekar Sutan ditangkap. Datuk Mantari Labih akhirnya meninggal setelah beberapa jam ditikam. Landraad pengadilan negeri zaman Hindia Belanda melakukan sidang di Padang Panjang. Sutan mengaku terus terang atas kesalahannya, dia dihukum buang selama 15 tahun. Saat itu, usia Sutan baru sekitar 20 tahun. Sutan dibuang ke Pembuangan Cilacap. Saat itu, Cilacap terkenal sebagai pembuangan orang dari Sumatra. Dari Cilacap, dia dibawa orang ke Tanah Bugis. Saat itu, terjadi peperangan Bone. Serdadu-serdadu Jawa perlu membawa "orang-orang rantai" narapidana yang gagah berani untuk memenangkan perang itu. Sutan telah menyaksikan sendiri kejatuhan Bone, menyaksikan ketika Kerajaan Goa takluk, menyaksikan kapal Zeven Provincien menembakkan meriamnya ke Pelabuhan Pare-pare. Istilah Arkais[sunting] Istilah arkais[1] merupakan istilah-istilah kuno dalam Bahasa Indonesia yang sudah jarang digunakan pada saat ini. Novel ini pertama kali terbit pada tahun 1938.[2] Bahasa Indonesia pada saat itu cukup berbeda dengan Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang. Oleh sebab itu, kita akan banyak menemui istilah-istilah arkais yang digunakan pada novel ini. Peraduan[sunting] Matahari telah hampir masuk ke dalam peraduannya. Peraduan adalah istilah arkais untuk tempat tidur / tempat peristirahatan.[3] Islam[sunting] Meskipun genrenya percintaan, novel ini ditulis oleh seorang ulama tafsir Al Quran asal Minangkabau Prof. Dr. Hamka. Oleh sebab itu, novel ini kental dengan unsur Islam. Matahari dan perintah alam gaib[sunting] Matahari telah hampir masuk ke dalam peraduannya. Dengan amat perlahan, menurutkan perintah dari alam gaib. Matahari mengikuti perintah dari alam gaib, sesuai dengan Al Quran Surat Yasin, ayat 38.[4] Pada ayat itu dijelaskan bahwa pergerakan matahari merupakan salah satu ketetapan perintah Allah. Suatu tanda juga atas kekuasaan Allah bagi mereka adalah matahari yang berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Makassar[sunting] Latar tempat dalam novel ini terbagi menjadi tiga lokasi utama Makassar, Minangkabau dan Tanah Jawa. Bagian pertama dari novel ini mengisahkan kehidupan masa kecil Zainuddin selama tinggal di Makassar, sekaligus flashback bagaimana ayahnya yang orang Minang bisa sampai menetap di Makassar. Nyanyian[sunting] Ke pantai kedengaran suara nyanyian Iloho Gading atau Sio Sayang yang dinyanyikan oleh anak-anak perahu orang Mandar itu, ditingkah oleh suara geseran rebab dan kecapi. Lagu Iloho Gading tidak dapat ditemukan lagi di Google. Namun, Sio Sayang ada di youtube. Apakah lagu Sio Sayang yang sekarang ada di youtube itu sama dengan lagu yang Hamka maksud pada tahun 1938? Pulau Laya-Laya[sunting] Dia seakan-akan penjaga yang teguh, seakan-akan stasiun dari setan dan hantu-hantu penghuni Pulau Laya-Laya yang penuh dengan kegaiban itu. Ejaan lama Makassar[sunting] Di waktu senja demikian, kota Mengkasar kelihatan hidup. Fort Rotterdam[sunting] ... di dekat benteng Kompeni. Di benteng itulah, kira-kira 90 tahun yang lalu, Pangeran Diponegoro kehabisan hari tuanya sebagai buangan politik. Lapangan Karibosi[sunting] Sebelah timur adalah tanah lapang Karibosi yang luas dan dipandang suci oleh penduduk Mengkasar. Menurut takhayul orang tua-tua, bilamana hari akan kiamat, Kara Eng Data akan pulang kembali, di tanah lapang Karibosi akan tumbuh tujuh batang beringin dan berdiri tujuh buah istana, persemayaman tujuh orang raja-raja, pengiring dari Kara Eng Data. Gunung[sunting] Jauh di darat kelihatan berdiri dengan teguhnya Gunung Lompo Batang dan Bawa Kara Eng yang hijau nampak dari jauh. Pelabuhan Makassar[sunting] Kelihatan pula anggar baru, anggar dari pelabuhan yang ketiga di Indonesia, sesudah Tanjung Perak dan Tanjung Priok. Kampung[sunting] Di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso Bantimurung[sunting] Jika disebut orang keindahan Bantimurung di Maros, di negerinya ada pula air mancur yang lebih tinggi. Minangkabau[sunting] Latar tempat bagian kedua pada novel ini, setelah Makassar, sebelum Tanah Jawa Gunung[sunting] Di kampungnya pun ada dua gunung yang bertuah pula, ialah Gunung Merapi dan Singgalang. Di Gunung Merapi ada talang perindu, di Singgalang ada naga hitam di dalam telaga di puncaknya. Lagu serantih[sunting] Masih terasa-rasa di pikirannya keindahan lagu serantih yang kerap kali dilagukan ayahnya tengah malam. Hamka menyebutkan kembali mengenai "lagu serantih" ini dalam bukunya yang lain Fakta dan Khayal Tuanku Rao.[5] Lagu Serantih disebut lagu Baruh. Kata "Baruh" disini merujuk pada daerah Barus, di Sumatra. Ada pantun-pantun ayahnya yang telah hafal olehnya lantaran dinyanyikan dengan nyanyi serantih yang merdu itu. Dapat disimpulkan bahwa serantih bukanlah "lagu" yang mengandung nada dan lirik, melainkan hanya "pola nada" yang biasa digunakan untuk melafalkan suatu pantun. Mirip dengan konsep "Pupuh" dalam kebudayaan Sunda. Batipuh[sunting] Suatu kejadian di suatu negeri kecil dalam wilayah Batipuh, Sapuluh Koto, Padang Panjang. Gelar[sunting] Seorang anak muda bergelar Pandekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih. Referensi[sunting] ↠↠Prof. Dr. Hamka 1938 dalam bahasa id, ms, min. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Balai Pustaka. Wikidata Q3472067. ISBN 978-979-418-055-6. OCLC 246136296. ↠↠â†

analisis novel tenggelamnya kapal van der wijck